Agar Anak “Rajin" Belajar

Begitu anak Anda masuk sekolah (maksudnya, Sekolah Dasar. Play group dan TK itu tidak layak disebut sekolah, tapi “taman”), maka tugas-tugasnya semakin kompleks. Hampir semua orangtua tentu menasehati anaknya untuk rajin belajar. Yang penting anaknya duduk menghadap  meja belajar, membaca buku, mengerjakan PR. Padahal, belajar itu lebih dari sekadar rajin saja. Belajar itu perlu kecakapan belajar atau “Study Skills.” 
Sayang sekali, sampai saat ini, baik orangtua maupun sekolah - juga pemerintah, sangat jarang memperhatikan kecakapan belajar ini. Padahal, memiliki kecakapan belajar adalah modal terpenting bagi setiap pembelajar untuk mampu menguasai dan menerapkan apa pun yang ia pelajari. Bukan hanya sukses secara akademik, tetapi juga sukses dalam kehidupan. 

Dan dasar dari semua jenis kecakapan belajar adalah “keteraturan” atau “organisasi.” Ya, keteraturan adalah langkah kritis dalam proses belajar. Apa saja sih keteraturan ini? 
Pertama, setiap anak mesti tahu apa “tujuan” belajarnya; ia mesti tahu “apa yang diharapkan darinya.” Harapan yang nyata, yang konkrit, yang mudah dimengerti anak. Jadi, jangan sebutkan, “Dengan belajar, kamu akan dapat nilai bagus dalam matematika” atau “Kamu mesti belajar supaya pintar.” Bagi anak kelas satu SD misalnya, Anda dapat mengatakan “Supaya kamu bisa membantu Mama membacakan daftar belanjaan kalau di supermarket.” Tetapi untuk anak kelas satu SMP Anda bisa mengatakan, “Kita berwisata keliling Indonesia supaya kamu bisa menerapkan pelajaran Geografi dan Antropologimu.” 
Mengapa mesti perlu diberitahukan tujuan belajarnya? Seorang anak yang belajar dengan tujuan akan lebih termotivasi. Tidak akan pernah asal-asalan dalam mengerjakan apa pun juga. Tidak asal menggelinding. Ia juga menjadi tidak mudah putus asa, tak mudah patah arang, tak mudah frustrasi, tak mudah mengeluh. 
 
Keteraturan berikutnya adalah keteraturan tempat. Mumpung masih kecil, biasakan anak belajar di tempat tertentu saja, tidak berpindah-pindah. Misalnya, di kamar belajarnya. Biarkan pikiran bawah sadarnya mengasosiasikan kamarnya sebagai tempat belajar. Sebaliknya, jika belajarnya berpindah-pindah, di meja makan, di depan televisi, di halaman, di dalam mobil, dll, maka pikiran bawah sadar sulit melakukan asosiasi tersebut. Nanti, kalau anak sudah agak besar, setelah asosiasi itu terbentuk, boleh saja jika sesekali waktu ia belajar di tempat lain, misalnya di perpustakaan, di kebun, di tepi pantai. 
Yang juga tidak kalah pentingnya adalah “keteraturan suasana.” Hmmm… 
Sebelum saya melanjutkan, “suasana” seperti apakah yang secara tidak sadar Anda tanamkan secara teratur di dalam jiwa anak-anak? Suasana terpaksa? Suasana dongkol? Suasana jengkel? Suasana ngambek? Suasana marahan? Padahal, suasana negatif seperti itu akan merangsang otak untuk mengeluarkan hormon yang menghambat proses belajar. Jadi, hanya orang yang “tengah bermimpi” saja yang berharap anaknya meraih kesuksesan akademik lewat rutinitas belajar bersuasana negatif. Saya yakin, begitu ia lulus kuliah, ia tidak akan mau belajar lagi. Bahkan di kantor pun ia akan malas mengikuti training. Dalam kehidupan sehari-hari pun, ia akan enggan belajar atau memetik hikmat dari pengalamannya. 
Jadi, secara teratur, ciptakan suasana sukacita, suasana penuh rasa ingin tahu, suasana bersemangat. Banyak cara untuk mencapainya. Lakukan kegiatan-kegiatan positif sebelum belajar, seperti bercerita bersama, bercanda, berpelukan, dsb. Dan jauhkan kegiatan yang memungkinkan timbulnya suasana negatif. Menonton film serial favoritnya, misalnya, jangan berdekatan atau persis sebelum jadwal belajar. Apalagi kalau acara favorit itu ternyata waktunya tumpang tindih dengan waktu belajar. Ya, pasti tidak ada anak yang mau disuruh berhenti di tengah-tengah film yang asyik. 
 
Keteraturan waktu juga sangat penting. Dua-tiga jam setelah bangun pagi adalah waktu terbaik untuk belajar (dengan catatan, benar-benar bangun pagi; bukan bangun kesiangan). Kalau Anda dan anak sepakat mengerjakan PR setelah istirahat satu-dua jam sepulang sekolah, misalnya, maka lakukan terus sampai kapan pun. Jangan mengajak anak pergi ke luar rumah misalnya, ketika ia sedang waktunya mengerjakan PR tersebut. Waktu belajar yang teratur ini akan membuat seluruh pola hidup anak juga menjadi teratur, seperti waktu tidur dan bangunnya. Dan akhirnya, pola hidup keluarga pun menjadi ikut teratur. 
Oh ya, jauh lebih baik jika pada saat anak-anak belajar, kedua orangtua juga belajar. Matikan televisi. Matikan iPad. Matikan hape. Membacalah; entah membaca buku resep, membaca buku cara memperbaiki mesin mobil. Anak belajar, orangtua juga belajar. Adil, bukan?  
 
Keteraturan yang tidak kalah pentingnya adalah keteraturan meja belajar. Ingat, teratur bukan berarti rapi dan bersih. Tak jarang, ibu-ibu suka menata buku anak-anak berdasarkan urutan tinggi-rendahnya buku; padahal itu tak ada gunanya bagi proses belajar. Biarlah anak-anak mengatur buku dan alat tulisnya sesuai dengan pola pikirnya. Misalnya, diatur sesuai dengan jadwal belajar harian di sekolah. Atau diaturnya berdasar pengelompokan ilmu pengetahuan. Jika sudah SMP, boleh Anda perkenalkan aturan penomoran ilmu pengetahuan seperti yang berlaku di semua perpustakaan di dunia. 
Bagian dari keteraturan meja belajar ini, buang semua hal yang tidak berkaitan dengan proses belajar dari meja belajar. Tidak juga robot atau boneka. 
 
Begitu pula, keteraturan pencahayaan juga perlu diperhatikan. Sediakan lampu khusus belajar agar mata dan otak anak tidak cepat lelah atau malah mendapat gangguan dari cahaya yang terlalu terang.

1 komentar:

  1. Anak anda tidak mau lepas dari gadget atau komputer? Waktu belajar anak anda jadi berkurang? yuk kita cari jalan keluarnya… Media Belajar Digital adalah salah satu sumber belajar yang bisa diakses lewat gadget atau komputer. Belajar jadi bisa kapanpun dan dimanapun. Tidak perlu khawatir lagi anak anda kekurangan waktu untuk belajar

    BalasHapus