Menasehati Anak Yang Sedang Puber

Menghadapai sikap anak yang sedang mengalami masa transisi dari kanak-kanak menuju remaja atau telah memasuki masa taklif seringkali merepotkan para orang tua dan juga pendidik.

Ada yang pasrah dengan mengatakan, “Yah... mau gimana lagi, emang lagi masa-masanya!” Ada juga yang memperlakukan anak-anak usia tersebut sebagaimana memperlakukan anak kecil sehingga menimbulkan ‘pemberontakan’ dalam jiwa remaja.

Namun jika semua pihak: orang tua, pendidik, dan remaja itu sendiri menjalani semuanya dengan ilmu, Insya Allah tidak ada masalah yang sulit.

Sebuah wawancara imajiner antara seorang ayah dengan anaknya yang baru memasuki fase taklif.

Semoga bermanfaat khususnya para orang tua yang memiliki anak remaja atau para pendidik yang bergelut dengan pendidikan anak usia remaja.


[Termasuk kekeliruan jika membiarkan masa puber dibiarkan untuk bersenang-senang dan mengumbar hawa nafsu]

• Benarkah jika dikatakan masa puber adalah masa senang-senang dan penyimpangan?
Tidak benar anakku. Jika seorang pemuda telah sampai pada masa ini maka sebagaimana nafsu biologis dan keinginannya bertambah maka akan bertambah pula orientasinya kepada Allah.

Allah meletakkan fithrah ini kepadanya seiring dengan permulaan masa puber. Seandainya engkau merenungkan riwayat hidup para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat mereka berada dalam usia ini, engkau akan mendapatkan kenyataan ini.

Adapun mereka yang gaya hidupnya selalu senang-senang dan menyimpang maka mereka adalah orang-orang yang berpaling dari agama Allah dan senantiasa menuruti hawa nafsunya.

• Wahai ayah, kenapa pada saat ini kita banyak melihat pemuda-pemuda dalam usia puber hidup dalam keadaan menyimpang?

Pemuda itu wahai anakku adalah kekuatan dan dinamisasi. Jika kekuatan itu tidak disalurkan pada hal yang bermanfaat maka mereka akan menyalurkannya pada kesia-siaan dan permainan, tanpa memikirkan apa akibat-akibat selanjutnya.

Dan jika hawa nafsu itu tidak kamu sibukkan dengan ketaatan maka ia akan menyibukkanmu dengan kemaksiatan.

[Maka dapat diketahui betapa pentingnya pengajaran Agama bagi seorang anak remaja. Pengajaran yang BUKAN berorientasi mencari nilai akademis di rapot namun lebih mulia daripada itu yaitu bagaimana remaja mengAMALkan ILMU yang telah dia pelajari. Sehingga diharapkan remaja kita disibukkan dengan ILMU dan AMAL]

[Para pemuda zaman dahulu disibukkan dengan hal bermanfaat seperti menuntut ilmu]

Para pemuda zaman dahulu, wahai anakku, sibuk dengan urusan-urusan besar seperti jihad fii sabilillah, mencari ilmu dan berbagi hal lain yang bermanfaat.

Bahkan hingga dalam masyarakat desa yang sangat tergantung pada kekuatan kerja para penghuninya, para pemuda bersama keluarga mereka sibuk bekerja di bidang pertanian, peternakan, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Dalam masyarakat masyarakat seperti ini, tidak banyak ditemukan berbagai persoalan sebagaimana yang kita singgung.

[Sebab-sebab pembangkangan remaja kepada orang tua atau gurunya]

• Sebagian pemuda wahai ayah ada yang bersikap keras dan menentang orang tuanya, bahkan jarang mereka tunduk atau menyetujui pendapat orang tuanya, mengapa bisa demikian? Apakah itu ada kaitannya dengan masa yang sedang kami jalani?

Ya anakku banyak pemuda yang hanya memperhitungkan pendapatnya sendiri sebagaimana telah engkau sebutkan. Mereka yang tengah berada pada masa ini terkadang menentang kedua orang tua atau guru-gurunya.

Di antara sebabnya yang terpenting adalah perasaan pemuda tersebut bahwa dirinya telah dewasa dan tak bisa lagi digolongkan anak-anak seperti sebelumnya.

Karena itu semua orang –menurutnya –harus mendengarkan dan menghormati pendapatnya juga agar mereka memperlakukannya sebagai orang dewasa.

Ada dua hal yang semakin menambah masalah tersebut:
Pertama, meskipun dalam masa itu sang pemuda –dengan tak diragukan lagi –telah mencapai usia dewasa, tetapi ia masih memiliki banyak kekurangan, terutama dalam hal pengalaman yang hal itu telah dimiliki oleh orang yang telah lebih dahulu dewasa darinya. Meskipun demikian, ia masih tetap berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya walaupun tidak benar.

Kedua, sebagian orang tua memperlakukan anak-anak mereka yang ada dalam usia ini seperti perlakuannya terhadap anak-anak kecil. Karena itu ia merasa tidak diletakkan pada proporsi yang sebenarnya. Akibatnya dia memaksakan pendapatnya terhadap mereka sebagai bentuk kompensasi dari perlakuan tersebut.

• Penentangan yang dilakukan sebagian siswa terhadap guru-guru mereka, apakah ada kaitannya dengan apa yang ayah sebutkan?

Ada. Karena hawa nafsunyalah yang menjadikan pemuda itu menentang guru-gurunya dan menolak menuruti mereka.

• Ayah telah menyebutkan diantara sebab-sebab kenyataan ini karena sebagian orang tua melihat (menganggap) anak-anak mereka masih sebagai anak kecil. Apa sebab adanya pandangan tersebut?

Ada sebab-sebab yang kembalinya kepada orang tua dan ada sebab-sebab yang kembalinya kepada anak. Adapun yang kembali kepada anak maka yang terpenting adalah bahwa sebagian anak-anak memasuki masa ini, tetapi ia masih saja belum meninggalkan sikap kanak-kanaknya. Perhatian-perhatiannya masih sama dengan perhatian anak-anak, mainan dan tingkah lakunya di rumah masih menunjukkan dia kanak-kanak. Padahal setiap orang seperti disebutkan dalam ungkapan, akan diperlakukan sesuai dengan bagaimana ia menempatkan diri.

Sebab kedua, ketika seorang pemuda melihat tanda-tanda baligh pada dirinya, ia begitu berlebihan dalam memandang kemampuan skillnya.

Padahal ia masih banyak memiliki banyak kekurangan dari sisi pengalaman dibanding orang yang lebih tua darinya. Karena itu, orang-orang dewasa melihat pendapat dan pemikiran pemuda masih sempit. Oleh karena itulah ia memperlakukannya berdasarkan asumsi ini.

Ketiga, pada masa tersebut para pemuda banyak mendengarkan nasehat dari teman-temannya daripada dari orang tua atau gurunya. Padahal nasehat-nasehat temannya kebanyakan masih belum matang dan berpengalaman, lebih banyak menentang dan berusaha agar eksistensinya diakui oleh orang lain.

• Kenapa sikap-sikap pemuda identik dengan pemberontakan dan pembangkangan?
Sebab dia beranggapan dengan bersikap seperti itu eksistensinya akan diakui dan tampak. Juga sebagai pemberitahuan kepada orang lain bahwa dirinya tak lagi sebagai anak kecil seperti yang mereka sangka.

• Tetapi cara seperti ini kebanyakan tidak berhasil bahkan mungkin akan membahayakan dirinya, bukankah demikian wahai ayah?

Benar anakku, ketika seorang pemuda melakukan langkah-langkah dan cara-cara tersebut justru jarang bisa mewujudkan tujuan-tujuannya. Bahkan mungkin hal itu malah mendorong orang lain menolak berbagai tuntutannya meskipun mereka meyakini itu benar.

Sebab rata-rata orang tidak suka jika dipaksa memenuhi berbagai tuntutan. Mereka merasa bahwa cara-cara tersebut tidak sejalan dengan akhlak dan adab yang semestinya.

• Tetapi saya melihat sebagian pemuda mewujudkan sebagian tuntutan-tuntutannya dengan menggunakan cara pembangkangan dan konfrontasi dengan para orang tua.

Ya sebagian pemuda kadang berhasil dalam hal tersebut. Tetapi mereka yang memenuhi tuntutan-tuntutannya dengan cara tersebut memenuhinya terpaksa dan perasaan benci, sehingga menimbulkan citra buruk terhadap pemuda tersebut.

Ia memang bisa mewujudkan tuntutannya yang terbatas itu tetapi ia merugikan orang banyak. Belum lagi ia harus kehilangan nama baik dalam pandangan orang lain yang sudah dewasa. Padahal hal ini jauh lebih mahal daripada tuntutan-tuntutannya yang sementara.

[Salah satu solusi bagi remaja yang membangkang adalah menanamkan dan membiasakan anak remaja dengan Adab dan Akhlak terpuji]

• Jadi cara mana yang paling sesuai bagi pemuda dalam hal ini?

Yang paling sesuai yaitu hendaknya ia pertama kali meyakinkan orang lain bahwa dia benar-benar telah dewasa. Dan itu dimulai dari perubahan sikap hidup.

Yaitu dengan meninggalkan hal-hal yang merupakan perhatian anak-anak, menjauhi berbagai kesia-siaan dan permainan mereka. Selanjutnya hidup dengan akhlak, ketenangan serta pembawaan orang-orang dewasa. Dan hali ini perlu dibiasakan.

Termasuk masalah penting yaitu hendaknya ia memperbaiki akhlaknya terhadap orang tua, memuliakan serta menghormati mereka sesuai dengan kedudukan dan status masing-masing....

TAKLIF

Seorang anak bertanya kepada ayahnya, “Apa maksud taklif itu wahai ayahku?”

Sang ayah menjawab:
“Maksudnya, sebelum masa ini, kewajiban agama belum dibebankan kepadamu. Dan sekarang saat engkau telah baligh, maka engkau telah masuk masa taklif syar’i.

Dan saat itu wajib bagimu segala kewajiban yang diwajibkan atas orang-orang dewasa. Engkau wajib bersuci dari dua hadats; kecil dan besar. Engkau juga wajib shalat, puasa dan haji. Engkau juga wajib berjihad di jalan Allah, ber amar ma’ruf nahi mungkar.

Lalu segala kesalahan dan dosamu akan ditulis. Maka dusta, ghibah, mengadu domba, durhaka, melihat kepada yang haram dan hal lain yang diharamkan Allah, semua itu jika kamu lakukan akan ditulis sebagai kejahatan, dan engka akan mendapatkan balasannya pada hari kiamat.

Adapun sebelum masa taklif, maka tidak demikian halnya, tetapi engkau hendaknya mentaati perintah dan menjauhi larangan sebagai latihan dan persiapan bagimu untuk menghadapi masa taklif yang penting tersebut.”

Masa taklif yaitu ketika anak sudah mencapai baligh yang dikenali dengan tanda-tanda sebagai berikut:

Keluarnya mani, baik ketika terjaga maupun tidur.

Kedua, tumbuhnya rambut kemaluan, yaitu rambut yang tumbuh seputar kemaluan laki-laki atau seputar kemaluan wanita.

Tanda ketiga, telah masuk usia 15 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyyah.

Karena itu, sebagian orang yang mencatat umurnya dengan tahun Miladiyah akan melakukan kesalahan dalam hal ini, sebab mereka mengira bahwa baligh itu berdasarkan tahun tersebut.

Adapun anak gadis maka ada 2 tanda lain yaitu, haid dan hamil. Maka jika seorang pemuda atau gadis mendapati salah satu dari tanda-tanda ini berarti dia telah masuk baligh, dan setelah itu tidak disyaratkan adanya tanda-tanda lain.

Sang anak bertanya lagi, “Saya memahami hal tersebut secara baik, tetapi ketika seorang pemuda diuji dengan ayah yang tidak taat kepada Allah, sehingga ia mendidiknya tidak di atas apa yang diridhai Allah, apakah hal itu termasuk udzur (alasan) baginya?”

“Tidak mungkin hal itu bisa menjadi udzur (alasan) baginya, wahai anakku. Sebab ia kini membawa tanggung jawab penuh atas dirinya. Tidak seorangpun, bahkan hingga bapaknya akan memikul dosanya. Karena itu, jika orangtuamu menyuruh berbuat maksiat dan mencegahmu dari berbuat ketaatan maka engkau tidak boleh menurutinya.

Jika engkau mengikutinya atau mentaatinya dalam perbuatan yang engkau sendiri memandangnya buruk maka engkau akan memikul dosa tersebut secara penuh dan ia tidak akan membawa sedikitpun dosamu. Memang benar, ia bisa membawa dosa ajakannya terhadapmu kepada maksiat tetapi hal itu sama dengan sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam:

“Siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, dosanya tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun”

(Muslim 2674)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar