Mendisiplinkan Balita



Disiplin. Ada yang membayangkan seorang ayah dengan tangan teracung, siap mengayunkan ikat pinggang. Atau seorang guru memegang tinggi-tinggi penggaris besar. Orangtua yang matanya memerah, melotot sambil menyemburkan sumpah serapah. Atau berbagai bentuk hukuman lainnya.

Betul. Disiplin tak perlu berupa salah satu dari hal di atas. Malah, per definisi, disiplin bukanlah salah satu dari tindakan tersebut. Kata “disiplin”sesungguhnya berasal dari bahasa Latin yang berarti “mengajar” (bukan‘menghajar’) dan aslinya tidak ada kaitannya dengan aturan, hukuman ataumenyakiti.

Mengapa Musti Mendisiplinkan Balita?

  1. Untuk menanamkan pengertian konsep benar dan salah. Walaupun balita belum siap sepenuhnya untuk mengunyah konsep itu, tetapi Anda bisa memberinya rasa mengenai benar dan salah dari apa yang Anda katakan dan Anda perbuat.
  2. Untuk menyemaikan biji-biji pengendalian diri. Hal ini tidak akan segera bersemi. Namun jika dipelihara dengan penuh kasih tulus, akhirnya akan menjadi akar bagi perilaku anak Anda di masa depan. 
  3. Untuk mengajarkan penghargaan atas hak-hak dan perasaan orang lain. Dengan demikian, anak Anda akan tumbuh dari seorang anak yang hanya memikirkan diri sendiri menjadi orang dewasa yang peduli dan menyayangi orang lain.
  4. Untuk meningkatkan peluang anak Anda tumbuh menjadi pribadi yang bahagia. Anak yang tidak berdisiplin acapkali tumbuh menjadi remaja yang penuh persoalan sehingga tidak bahagia.
  5. Untuk melindungi balita Anda, rumah Anda, dan kewarasan Anda (orangtua yang anaknya ‘nakal’ dan terus menerus dihadiahi stres oleh anaknya, akan merasa ‘gila.’) Dan mencegah masa-masa yang penuh dengan persoalan di masa mendatang.

Keyword: Kasih Sayang
Yang menjadi kata kunci untuk mendisiplinkan anak adalah kasih sayang, kelemahlembutan, konsistensi, pengenalan kepada batasan dan peraturan, dan tanpa kekerasan baik verbal maupun mental dan fisik.

Cara yang salah dalam mendisiplinkan anak akan membunuh rasa percaya dirinya. Rasa percaya diri akan terkikis bila anak mengalami ketakutan yang besar dalam bertindak dan mengambil risiko (guilt), sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi minder, apatis, bahkan agresif.

Apabila ingin anak mempunyai rasa percaya diri untuk dapat menjelajahi kehidupannya kelak ketika dewasa, berikan pengalaman positif sebanyak-banyaknya. Gantikan kata “jangan” atau “tidak boleh”, dengan kata-kata yang dapat memotivasi serta membangun rasa percaya dirinya.

Orangtua dan guru harus selalu menggunakan positive reinforcement atau kalimat positif. Tidak mengatakan banyak kata 'jangan.' Usahakan cari persamaan kata dari suatu tindakan yang kita kehendaki untuk dilakukan oleh anak. Contohnya, kalimat “Jangan naik ke atas meja,” diganti dengan kalimat “Ayo sayang turun.”

Beda Pendekatan
Tiap anak unik. Karenanya, disiplin tak dapat dipukul rata. Prinsipnya, peraturan terhadap setiap anak sama. Perbedaannya hanya pada cara memotivasi anak untuk memahami dan melaksanakan peraturan.

Perhatikan keterbatasan anak dalam memahami aturan. Ada yang cepat memahami, ada yang lamban. Itu mensyaratkan kesabaran orangtua.

Lagi pula, tiap anak memiliki kebutuhan berbeda-beda. Misalnya setelah pulang sekolah, ada anak yang perlu beristirahat dahulu, ada yang tidak. Orangtua hendaknya peka terhadap kebutuhan anak dan tidak memaksakan. Kompromi perlu tanpa harus menghapus aturan yang berlaku.

Konsisten
Orangtua musti konsisten dalam menegakkan disiplin. Konsistensi membuat anak tidak memperoleh ‘celah’ untuk melanggar aturan. Misalnya boleh menonton televisi hanya setelah mandi, maka aturan tersebut harus konsisten dilaksanakan.

Konsistensi juga harus ada antara ayah dan ibu. Apa yang ditetapkan ibu juga diterapkan ayah dan anggota keluarga lainnya (kakek, nenek, paman, bibi, pembantu, dll) agar tak terjadi standar ganda. Keberagaman aturan hanya akan membingungkan anak dan akhirnya membuat dirinya ‘terpaksa’ melanggar aturan tersebut.

Hukuman Kesepakatan
Punishment is the last resort. Hukuman adalah cara terakhir bila aturan sudah berulangkali dilangggar, dan telah ada kesepakatan bersama antara Anda dan anak. Hukuman haruslah tidak bersifat menyakiti secara fisik, verbal, maupun mental. Hukuman sebaiknya berupa kesepakatan bahwa si anak akan kehilangan hak tertentu bila melanggar aturan tertentu.

Jangan memberikan hukuman yang tidak disepakati bersama sebelumnya sehingga menyebabkan anak merasa bingung dan frustrasi dan merasa bahwa Anda hanya ingin mengambil hak-hak dan kesenangannya saja tanpa alasan yang berarti!

Punishment harus berupa hal yang anak suka. Contohnya dengan melarang main robot favorit anak. Hal tersebut tentu akan menimbulkan efek jera.

Pengalihan Perhatian
Saat anak Anda mulai berulah, alihkan perhatiannya dan tawarkan sesuatu yang menarik hatinya. Anak balita sangat senang bila ditawari membantu pekerjaan rumah tangga – meskipun dia hanya bermain. Mereka merasa bangga bila dapat melakukan hal-hal yang dilakukan orangtuanya.

Meminta anak membantu pekerjaan rumah dan memberikan reward pada anak berupa pujian atas hal itu bisa mengubah sikap dan perilaku mereka. Berikan pujian secara tulus pada saat anak berkelakuan/bersikap manis dan mematuhi peraturan. Pujian yang tulus atas achievement anak akan membuat anak merasa bangga dan berarti. Anak akan terus berusaha mendapatkan pengakuan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar